Oleh : Dr. Nicholay Aprilindo.

JPNIndonesia.com JAKARTA-Bertepatan dengan hari Kartini 21 April 2023, di ujung bulan Ramadhan seusai shalat Jumat, tepat pada jam 13.45 WIB, politisi perempuan yang sejak reformasi 1998 sampai saat ini 2023 terkenal gigih untuk menguasai dunia perpolitikan di Indonesia selama yang ia mau dan gigih dalam mempertahankan idealismenya, Megawati Soekarnoputri, setelah 2014 dan 2019 Jokowi ditunjuk sebagai petugas partai untk menjadi Presiden Republik ini, maka untuk kembali meraih kembali harapan kesuksesannya yang ketiga kali, maka Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri mengumumkan Petugas Partai sebagai Calon Presiden atau Capres dari partai yang dipimpinnya, Partai PDI Perjuangan, yaitu Ganjar Pranowo.

Penetapan Ganjar Pranowo sebagai Capres PDIP pada Pilpres 2024 mendatang, seakan menjawab teka teki publik selama ini mengenai kandidat presiden partai pemenang pemilu 2014 dan 2019 tersebut.

Penunjukan Ganjar itu sekaligus menjawab sejumlah asumsi yang meragukan Ganjar akan mendapat restu dari partai berkepala banteng itu, karena sebelumnya orang beranggapan bahwa Megawati akan mengajukan putrinya, Puan Maharani untuk Capres 2024.

Sehingga sempat muncul isu ketegangan antara Ketua DPP PDI-P Puan Maharani dengan Gubernur Jawa Tengah yang juga kader PDI-P Ganjar Pranowo.

Isu ini menguat ketika Ganjar tak diundang dalam acara konsolidasi kader PDI-P Jawa Tengah yang dihadiri Puan, pada 18 September 2022. Kader partai yang ikut-ikutan bicara wacana pencapresan Ganjar Pranowo ketika itu pun diancam pemecatan dengan alasan pencalonan presiden di PDIP adalah hak prerogatif Megawati Soekarnoputri.
Suatu kekuasaan politik secara “absolut” ditubuh partai yang berlabelkan “Perjuangan Demokrasi”.

Tidak dapat dinafikkan kilas balik sejarah seperti yang pernah di ucapkan oleh Bung Karno ayah dari Megawati Soekarno Putri yaitu “Jasmerah” Jangan sekali-kali melupakan sejarah”
Kalau ditengok ke belakang sejarah 2014 dan 2019, berulang yaitu dengan dipilihnya Ganjar Pranowo mengingatkan publik pada peristiwa sepuluh tahun lalu (2014 & 2019) ketika Megawati lebih memilih Jokowi ketimbang anaknya sendiri, Puan Maharani, yang sangat antusias menjadi calon presiden.

Kali ini, Megawati lebih memilih Ganjar Pranowo ketimbang Puan, namun bukan berarti dia tidak memberikan “angin sorga” dan kesempatan kepada Puan untuk masuk bursa calon presiden.

Puan Maharani Kiemas, putri hasil perkawinan Taufik Kiemas dan Megawati Soekarno Putri, telah diberi kesempatan oleh ibunya (Megawati Sokekarno Putri)untuk menaikkan elektabilitas, tetapi ketua DPR RI itu tak berhasil menarik simpati publik, nilainya indeks prestasi elektabilitasnya tidak melebihi angka lima dalam prosentase elektabilitas lembaga survei. Berbeda dengan Ganjar Pranowo yang selalu bertengger di klasemen 3 besar elektabilitas Capres bersaing ketat dengan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan dalam beberapa pengumuman lembaga survei.

Ganjar Pranowo sendiri tidak sekonyong-konyong dijadikan kandidat Capres oleh PDI Perjuangan Beberapa kali ia harus menjalani “uji kelayakan”, baik dalam hal loyalitas dan komitmen ideologi yang dianut partainya. Ujian terakhir baginya adalah, dugaan adanya perintah partai untuk bersikap terhadap keikutsertaan timnas Israel dalam Piala Dunia U-20.

Bersama dengan PDIP, Gubernur Bali, I Wayan Koster, Ganjar Pranowo melaksanakan penolakan itu dengan baik, meski dirinya sempat dihujat publik pencinta sepak bola, sehingga sempat diisukan hubungannya dengan Presiden Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi pun dikabarkan merenggang, karena penolakan Ganjar terkait kehadiran timnas U-20 Israel di Indonesia, dianggap semacam “perlawanan” terhadap kebijakan pemerintah Republik Indonesia yang dipimpin Jokowi.

Di sela hubungan Ganjar dan Jokowi yang kurang harmonis itu muncul ketus Partai Amanat Nasional – PAN, Zulkifli Hasan yang ingin tampil beda dengan gagasan “Koalisi besar”. Padahal sebelumnya Zulhas, panggilan akrab Zulkifli Hasan, sudah bikin koalisi Indonesia Bersatu – KIB.

Menurut Zulhas, koalisi besar ini akan terdiri dari koalisi Kebangkitan Indonesia Raya – KKIR, dan KIB yang sebelumnya Zulhas bikin bersama Golkar dan PPP.

Meskipun agak “aneh” karena cuma di negeri ini ada koalisi berkoalisi, namun menurut kabar yang beredar, koalisi besar itu direstui Jokowi. Prabowo sendiri dengan gagah berani menyatakan, kita semua sudah masuk tim Jokowi, Maksudnya, partai yang tergabung dalam koalisi besar itu nantinya adalah pendukung Jokowi, karena memang terdiri dari partai koalisi pendukung pemerintah kecuali NasDem maupun PDIP yang absen (tidak hadir).

Di tengah euforia koalisi besar itu menggema keras, tiba-tiba bagaikan petir di siang terik matahari Jokowi hadir dalam rapat deklarasi partai PDI Perjuangan di Batu Tulis yang menetapkan Ganjar Pranowo sebagai kandidat Calon Presiden 2024.
Bahkan untuk menunjukkan sikap dukungan pada Capres PDIP 2024 Ganjar Pranowo agar terjadi “hubungan benang merah” yang pernah di deklarasikan Jokowisecara “implisit” dalam pernyataannya beberapa waktu yang lalu bahwa calon penggantinya adalah si “rambut putih”, maka Jokowi mulai menampakkan “kapasitasnya” yaitu usai acara itu, Jokowi mengajak Ganjar semobil dengannya untuk kemudian ke Jawa dengan Ganjar menumpang pesawat kepresidenan pulang kampung ke solo Jawa tengah.

Apakah itu berarti Jokowi sudah berpaling ke lain hati? Dari sebelumnya merestui rencana koalisi besar lalu beralih ke “moncong putih”, ataukah Jokowi ingin memberi pesan simbolik pada Ganjar Pranowo, “lebih baik kita pulang kampung dulu mbangun deso daripada di Jakarta” ?

Namun terlepas dari itu semua, di hadapan wartawan di Solo pada hari raya Idul Fitri, dengan tegas Jokowi menyebut nama Prabowo sebagai salah satu Cawapres untuk Ganjar Pranowo. Seolah dukungannya untuk Prabowo maju Pilpres 2024, mulai berkurang? Ataukah sudah direncanakan jauh hari sebelumnya yaitu “strategi politik” Jokowi dan perancang strategi Jokowi yang masih melekat saat ini di kanan-kiri, muka-belakang Jokowi yang memang mengingatkan Jokowi agar “jangan sampai Prabowo diberi kesempatan menjadi orang nomor 1 di Republik ini” sehingga dirancang suatu skenario strategi yang “soft power” untuk Prabowo “dicukupkan” menjadi orang nomor 2 saja di Republik ini.

Memang baru kali ini pasca orde lama dan orde baru, ada Presiden yang demikian antusias mengatur suksesi di negaranya. Raja Thailand saja yang tidak sekasar itu mempersiapkan putra mahkota.

Tapi mau bagaimana lagi, itulah realita politik saat ini, memang “serba bisa”, bisa benar bisa tidak. Tapi yang jelas, penetapan Ganjar Pranowo sebagai Capres PDIP mengkonfirmasi keinginan Jokowi bahwa penggantinya adalah si rambut putih, selain itu dapat mematahkan polemik tentang wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi.
Yang jelas dan pasti benang merah antara keinginan Jokowi dengan PDIP telah tersambungkan benang merahnya, tinggal kita melihat realita yang akan terjadi pada pilpres 2024, antara Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, siapa sesungguhnya yang menjadi pilihan rakyat yang berbasiskan demokrasi kedaulatan ada di tangan rakyat.

Penulis :
Aktivis Polhukam & HAM.

By MayaJPN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *