Jpnindonesia.com Jakarta-Sejumlah pemuda, pelajar dan mahasiswa yang berasal dari beberapa perguruan tinggi di Kota Banda Aceh menggelar aksi mimbar bebas. Aksi mimbar bebas yang bertajuk “Selamatkan Demokrasi, tolak dinasti politik serta pelanggaran Ham” itu digelar di depan gelanggang mahasiswa USK pada Kamis (30/11/2023).
Dalam proses aksi nya mahasiswa menggunakan baju berwarna hitam sebagai simbol telah mati nya demokrasi di Indonesia.
Koodinator aksi dari aliansi tersebut M.Farhan Mubaraq mengatakan, bahwa aksi ini menjadi wadah bagi setiap individu merdeka untuk menyampaikan keresahan nya terkait kondisi Demokrasi Indonesia hari-hari ini.
“Melalui mimbar bebas hari ini, kita menyampaikan kepada publik bahwa demokrasi di Republik ini telah terdergadasi akibat keserakahan penguasa bahkan penegakan hukum ditegakkan dengan cara-cara yang immoral,” ucap Mubaraq.
Dia juga menyebutkan ada kekhawatiran kita bersama bila dinasti politik dibiarkan maka akan bermuara pada kecurangan pemilu.
“Melalui aksi ini, kita suarakan tolak kecurangan pemilu, mari kita kawal pemilu.
Dalam orasi, mahasiswa menyebutkan perjuangan mendirikan Republik ini penuh pengorbandan. Dan demokrasi adalah cita-cita perjuangan yang berdarah-darah dan menghabiskan banyak keringat dari insan muda Indonesia. Untuk itu tidak selayaknya perjuangan ini dikhianati melalui kepentingan elit politik belaka.
Seperti putusan MK belakangan waktu kita nilai sangat syarat kepentingan. Jika putusan tersebut dianggap menguntungkan generasi muda, pertanyaan kita pemuda yang mana?. Karena pemuda yang hari ini berkontestasi tidak lain dan tidak bukan adalah Gibran yang notabene anak presiden Jokowi. Jelas nya.
Mubaraq pun menambahkan bahwa gerakan ini bukan aksi partisan. “Kami tidak sudi juga melakukan aksi ini untuk mendukung salah satu paslon tertentu. Kami tidak peduli siapa yang menang, yang menjadi kepedulian kami, rakyat harus menang dalam hal penegakan demokrasi dan hukum di Indonesia”, tutupnya.
Mahasiswa lain, Ivan Daifullah menambahkan, putusan MK yang lalu tidak menguntungkan anak muda dalam pilpres kali ini.
“Kalau kita lebih cermat membaca putusan MK, putusan tersebut samasekali tidak merubah batas usia 40 tahun melainkan, hanya menambahkan redaksi kata atau pernah menjadi kepala daerah. Ini jelas tidak menguntungkan anak muda karena harus menjadi kepala daerah terlebih dahulu dengan ongkos politik yang tidak murah”, jelasnya.
Ia menambah ada bau-bau kecurangan pemilu, bila kita lebih jeli dalam melihat persoalan ini. Maka, mari kawal bersama pemilu 2024
Dalam mimbar bebas itu pun para massa aksi memegang spanduk bernarasi selamatkan demokrasi, kawal pemilu tolak pelanggaran Ham dan Dinasti Politik.