Jpnindonesia.com Jakarta-Momentum menjelang pesta demokrasi 2024 ini merupakan tahun pergantian pimpinan dan mengganti figur tiap-tiap poros politik. Atas nama demokrasi, Tirani mayoritas justru memperkosa dan menodai kesucian Konstitusi yang semestinya hadir sebagai palang pintu penjaga demokrasi, hingga berakibat lahirnya anak haram berupa Keputusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang justru mengembang biakan Korupsi, Kolusi, dan Melegalkan Nepotisme.
Berbagai dinamika yang terjadi, Paslon dan Tim Pendukung sering sekali mengedepankan narasi kampanye yang bukan isu kemasyarakatan namun malah Narasi narsistik untuk menutupi kekurangan Paslon yang lemah secara kapabilitas.
Proses pertarungan politik 2024 yang ketat dan panas turut menjadi perhatian kalangan Mahasiswa. Wakil Presiden Mahasiswa Usakti, Lamdahur Pamungkas. Menjelaskan kita sebagai komoditas suara mereka perlu melihat tawaran politik mereka yang konstruktif secara permasalahan mikro sosial sebelum masuk ke tahap makro. Perlu adanya calon dan paslon yang tuntas secara pengamalan sektor HAM dan dekat dengan Masyarakat. Agara pembangunan Nasional dapat memerhatikan Hak Asasi dan baik juga secara komunikasi dengan Masyarakat.
Di sisi lain, ia juga berpendapat. “Saya dan Mahasiswa lainnya, bukan lagi jadi penyeimbang tapi akan menjadi lawan paslon akan adanya narasi-narasi kampanye yang Narsistik, Gimmick. Joget tidak akan memperkaya literatur kebangsaan untuk Masyarakat” dalam keterangannnya, Jumat (22/12/2023).
Kepresidenan Mahasiswa Universitas Trisakti berharap Mahasiswa dan Masyarakat mengkritisi setiap tawaran politik dari setiap calon dan paslon.
Tambahan informasi, Menjelang Debat Kampanye Cawapres RI masyarakat ingin adanya pemimpin yang mampu berbicara pengembangan ekonomi, strategi kebijakan fiskal dan moneter, pengembangan PSN memperhatikan sektor HAM.