Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H.,M.M. Ketua Umum PERADI
Jpnindonesia.com Jakarta-Wacana Pemakzulan terhadap Presiden RI oleh segelintir oknum masyarakat menjelang Pemilu 14 Februari 2024 merupakan upaya yang dapat mengganggu agenda nasional khususnya pergantian kepemimpinan nasional.
Demikian disampaikan oleh Otto Hasibuan ketua umum Perhimpunan Advokat Indonesia ( Peradi).
Apabila upaya itu dilakukan secara inskonstitusional dapat berpotensi menjadi Pemufakatan Jahat yang mengarah ke tindakan Makar yg dapat diancam pidana,dan ini sangat berbahaya, apapun alasannya, karena Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden tersebut berdasarkan amanat konstitusi khususnya Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 dan amanat UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Adapun upaya Pemakzulan terhadap Presiden RI Menjelang Pemilu 14 Februari 2024 tidak terlepas dari kepentingan politik tertentu yg menginginkan Pemilu 14 Februari 2024 berlangsung tanpa Presiden RI ke 7 dalam hal ini Presiden Jokowi.hal tersebut diluar nalar dan akal sehat.Bahwa Pemakzulan terhadap Presiden haruslah memenuhi beberapa syarat yang telah diatur didalam Pasal 7A dan Pasal 7B UUD NRI 1945 pasca Amandemen, yaitu :
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Dari bunyi pasal di atas, ada mekanisme persyaratan yg harus dilakukan yaitu bahwa pemberhentian presiden oleh MPR dilakukan atas usul Dewan Perwakilan Rakyat .
Berdasarkan Pasal 7A UUD,presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya,8apabila :
Melakukan pelanggaran hukum berupa:
- Penghianatan terhadap negara;
- Korupsi;
- Penyuapan;
- Tindak pidana berat lainnya; atau
- Perbuatan tercela.
- Terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.
Untuk dapat melakukan Pemakzulan terhadap Presiden dan atau Wakil Presiden tidaklah mudah, karena harus ditempuh beberapa langkah konstitusional sebagai berikut :
(1) DPR atas suara bulat dari 2/3 anggota DPR RI yang hadir dengan dukung sekurangnya 2/3 jumlah anggota DPR RI.
Melakukan rapat paripurna yang mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi dengan alasan yang sah secara konstitusional dan memenuhi unsur berdasarkan Pasal 7A UUD NRI 1945 untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
(2) Bilamana Mahkamah Konstitusi menerima permohononan dari DPR RI tersebut maka Mahkamah wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan dengan seadil-adilnya terhadap permohonan dan pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden tersebut paling lama 90 hari setelah permintaan DPR itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(3) Apabila berdasarkan fakta dan bukti yang diajukan 2/3 dari anggota DPR RI tersebut, Mahkamah Konstitusi menilai memenuhi unsur berdasarkan pasal 7A UUD NRI 1945 dan Mahkamah memutuskan bahwa presiden dan/atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, maka berdasarkan hasil keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut DPR RI. menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau wakil presiden kepada MPR RI.
(4) Setelah MPR RI menerima usulan dari DPR RI tentang Pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi, maka MPR RI wajib menyelengarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lama 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut.
(5) Keputusan MPR RI atas usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah MPR RI mendengarkan penjelasan dari presiden dan atau Wakil Presiden dalam rapat paripurna MPR.
(6) Namun apabila Mahkamah Konstitusi menilai tidak terdapat cukup bukti dari usulan DPR RI tersebut untuk dilakukan pemakzulan terhadap Presiden dan atau Wakil Presiden, maka DPR RI tdk dapat meminta MPR RI untuk melakukan Pemakzulan atau Pemberhentian terhadap Presiden dan atau Wakil Presiden.
(7) Bilamana atas Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak cukup alasan maupun bukti untuk dilakukan Pemakzulan terhadap Presiden maupun Wakil Prediden, maka tindakan serta upaya paksa melakukan pemakzulan terhadap Presiden atau Wakil Presiden selaku Pemerintah yang sah adalah tindakan inkonstitusional dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana Pemufakatan Jahat dan atau Makar sebagaimana diatur didalam Pasal 53, Pasal 87, Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 108, KUHP, Pasal 110 ayat (1) sampai ayat (4) KUHP.
oleh karena itu saya minta kpd semua pihak utk berhati 2 , jangan sampai melakukan permufakatan jahat utk melakukan Makar dengan maksud menggulingkan pemerintahan yg sah , dengan cara melawan hukum. Kalau ini terjadi Aparat penegak hukum harus segera bertindak utk menjaga kedamaian dan stabilitas nasional.