Jpnindonesia.com Jakarta – Bertempat di HEYOO COFFEE, Jl. Tendean 41, Jakarta Selatan 9 Juli 2024, Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI) menyelenggarakan talkshow interaktif menyikapi kisruh peretasan Pusat Data Nasional.
Acara dipandu oleh Pakar IT yang tidak asing di mata publik pemerhati politik dan kebijakan publik, Hairul Anas Suaidi, yang saat ini juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal IA-ITB. Narasumber yang dihadirkan adalah pakar-pakar IT dan pakar hukum, antara lain Dr. KRMT Roy Suryo, (Pakar Telematika), Petrus Selestinus, SH (Ahli Hukum/APDI), Dr. Ing, H. Ridho Rahmadi, S.Kom, M.Sc. (Pakar IT) dan Ted Hilbert (Digital Transformation Evangelist). Dr. Soegianto Soelistiono hadir secara online melalui Zoom.
Acara yang meriah tersebut dibuka dan disimpulkan oleh Akhmad Syarbini selaku Koordinator APDI, Ketum PP IA-ITB, Ketum Forum API Perubahan.

Sekjen PP IA-ITB, Hairul Anas Suaidi
Pada wawancara eksklusif dengan para awak media, Sekjen PP IA-ITB, Hairul Anas Suaidi berpendapat bahwa kemungkinan pemulihan data dalam kasus kebocoran pusat data nasional (PDN) sangatlah kecil. Menurutnya, di situlah letak kecerobohan utama pemangku tanggung jawab, dalam hal ini Kemenkominfo.
“Prinsipnya yang harus diterapkan pertama kali adalah sistem backup-nya. Karena jaminan tidak bobol itu memang tidak mungkin,” papar Hairul.
Menurutnya, dalam dunia IT, antisipasi terjadinya pembobolan ada tata caranya yaitu mengikuti ISMS (Information Security Management System). Persoalannya standar tersebut belum diterapkan, apakah kurang anggaran, salah menerapkan teknologi, atau ketidakmampuan atau ketersediaan ahli di internal?
“Intinya adalah utamakan pengamanan data, lalu pengamanan akses. Untuk pengamanan data harus dibackup dan ini ada teknologinya. Anggaran untuk ini tidak sebesar yang dipakai oleh Kemenkominfo,” tambahnya.
Pemerintah melalui Kemenkominfo adalah penanggung jawab utama, tambahnya, sehingga wajib memiliki tenaga ahli profesional yang mumpuni dan terpilih betul, lalu sebisa mungkin tidak dikerjakan oleh pihak lain. Sebab sistem yang dibagikan tugasnya ke pihak lain sangat berbahaya, karena makin terbuka pintu-pintu masuk ke dalam sistem.
“Saya berharap pemerintah mengambil tindakan. Membangun tim seharusnya yang ahli, mulai dari level pimpinan yang mengerti masalah.” pungkas Hairul dengan semangat.