Jpnindonesia.com Jakarta – Hari ini 30 Juli 2024, 8 (delapan) koperasi mitra operator Program Jaklingko Pemerintah Provinsi Jakarta dan Transjakarta yang tergabung dalam Komunikasi Laskar Biru (FKLB), melakukan aksi unjuk rasa di depan balaikota Jakarta. Aksi ini dihadiri oleh pengurus serta anggota koperasi serta pramudi. Operator yang tergabung dalam FLKB ini Antara lain Koperasi Komilet Jaya, Purimas Jaya, Kopamilet Jaya, Komika Jaya, Kolamas Jaya, Kodjang Jaya, PT Lestari Surya Gemapersada, PT Kencana Sakti Transport.

Dalam aksinya, mereka menuntut beberapa hal seperti mempermudah proses peremajaan kendaraan yang masih layak operasional, transparansi pembagian quota atas penyerapan angkutan reguler bergabung dengan program Jaklingko yang tidak adil, hentikan politisasi program Jaklingko yang diduga.dilakukan oleh Direksi Transjakarta dengan oknum DPRD DKI yang sekaligus sebagai ketua salah satu
operator mitra Jaklingko, serta kurangi aturan dari Transjakarta yang merugikan operator dan pramudi.

Fahrul Fatah, koordinator Lapangan aksi ini mengatakan bahwa aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas diskriminasi nyata yang dilakukan oleh Direksi Transjakarta terhadap beberapa operator mitra program Jaklingko.

“Direksi Transjakarta menganak-emaskan satu operator tertentu, di mana ketua dari operator tersebut adalah sekaligus anggota Komisi B DPRD DKI. Entah motifnya apa, namun banyak kesalahan yang selalu ditolerir, quota penyerapan paling banyak yang diberikan terus menerus dan kemudahan lainnya.

Di satu sisi, operator lain, khususnya operator mikrolet selalu saja dipersulit ileh Transjakarta, dicari-cari kesalahannya dan pembagian quota yang kecil, namun harus dibagi ramai-ramai. Padahal anggota kami yang mengoperasikan angkutan reguler juga sebetulnya mau bergabung ke dalam program Jaklingko, namun tak kunjung bisa karena quotanya sangat-sangat terbatas. Kami menuntut keadilan atas itu semua dan meminta PJ Gubernur DKI Jakarta untuk bisa memberikan solusi yang adil bagi semua,” ucap Fahrul menegaskan.

Berman Limbong, ketua Koperasi Komilet Jaya mengatakan bahwa terkait dengan Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 66/2019, dan berdasarkan berbagai penjelasan yang pernah diterima dari Dinas Perhubungan
Provinsi DKI Jakarta terkait dengan Jaklingko Mikrotrans selama ini, jumlah bus kecil yang akan diintegrasikan dengan layanan Transjakarta dalam bentuk Jaklingko Mikrotrans adalah sebanyak 6.360 unit. Namun seiring dengan berjalannya waktu, di mana saat ini sudah memasuki tahun ketujuh (terhitung sejak tahun 2018), populasi bus kecil yang sudah diintegrasikan dengan Transjakarta baru berjumlah 2.795 unit atau setara dengan 43,94%.

“Dari angka prosentase tersebut, dari 11 operator mitra program Jaklingko, ada satu operator yang memiliki quota dasar paling banyak dan serapan yang banyak juga, telah mencapai hingga 51%. Lucunya, Transjakarta bukannya memberikan kesempatan pada operator lain untuk memperbesar daya serap, justru terus saja memberikan quota pada operator tersebut dengan banyak kemudahan-kemudahan persyaratan dan ijin-ijinnya,” tegas Limbong.

“Menurut kami, praktik seperti ini tidak sehat dan Transjakarta sebagai pengelola subsidi transportasi Pemprov Jakarta melalui Public Service Obligation (PSO) harus menghentikan hal tersebut dan bertindak lebih adil serta wajib transparan dalam penentuan pemberian quota serta pembentukan Harga Perkiraan
Sendiri (HPS) kepada mitra operator dan publik. Karena dana PSO itu berasal dari APBD Provinsi Jakarta yang harus transparan penggunaannya serta mudah diakses oleh publik,” kata Limbong melanjutkan.

Rahmadoni, Wakil Ketua Koperasi Purimas Jaya mengatakan bahwa ketidakadilan dan tidak transparannya Direksi Transjakarta sangat nyata dirasakan oleh Mitra Operator.
“Dalam sebuah rapat dengan kepala Dinas Perhubungan (Dishub), beliau mengatakan bahwa pada tahun anggaran 2024, Dishub mengalokasikan anggaran untuk menyerap 200 unit mikrotrans untuk bisa disebarkan merata kepada operator mitra Jaklingko.

Namun dalam rapat yang lain dengan Direksi Transjakarta, mengatakan bahwa quota serapan mikrotrans untuk tahun 2024 hanya sebesar 100 unit. Setelah kami usut, ternyata sisanya sebagian besar diberikan kepada salah satu mitra operator tertentu yang ketuanya adalah Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta. Ini sangat mencederai rasa keadilan pada kami,” jelas Doni.

Salah satu ketua Koperasi mitra operator Jaklingko dari Kopamilet Jaya, Salim mengatakan bahwa operator itu mitra sejajar dengan PT Transjakarta dan bukan bawahannya. “Mitra operator adalah investor bagi program Jaklingko ini, karena kami harus menyediakan unit angkutan dan membayarnya di depan agar program jaklingko khusus Mikrotrans ini bisa beroperasi dan melayani warga. Sedangkan
Pemprov DKI Jakarta mencicil investasi tersebut setiap bulan hingga 5 tahun. Jadi, PT Transjakarta jangan seenaknya juga memainkan Harga Penentuan Sendiri (HPS) yang merugikan kami,” jelasnya.

Salim meneruskan bahwa HPS tahun 2024 dipaksakan kepada kami justru jauh lebih kecil dari HPS dalam kontrak tahun 2018 yang sudah disepakati Antara Transjakarta, Pemprov DKI dan Mitra Operator.

“Penentuan HPS untuk tahun 2024 itu tidak masuk akal, sehingga kami menolak untuk menandatangani kontrak baru dengan Transjakarta. Namun Transjakarta justru berupaya untuk mengadu domba mitra
operator. Ini tindakan konyol dan tidak benar,” tegas Salim.

Aksi ini juga mendapatkan respon dari anggota Komisi B yang sekaligus ketua Fraksi Partai Demokrat, Deasy Christhyana Sari. Dia menegaskan bahwa program Jaklingko harus diterapkan secara adil dan transparan kepada para mitra operator Jaklingko, baik operator bus besar, bus sedang apalagi bus kecil atau mikrotrans. Apalagi, tegasnya, anggaran untuk program ini berasal dari uang rakyat Jakarta melalui APBD Provinsi DKI Jakarta.

“Program Jaklingko sudah sangat memberikan manfaat bagi warga Jakarta dengan memberikan angkutan umum terjangkau yang mendorong warga untuk bepergian menggunakan transportasi umum dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Ini sangat bermanfaat bagi warga dan kota Jakarta secara keseluruhan. Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan Direksi PT Transjakarta harus adil dan transparan terhadap seluruh mitra operatornya dan menjaga praktik Good Corporate Governance (GCG) dalam
mengimplementasi kebijakanya.

Jangan sampai terjadi kongkalingkong dengan oknum pejabat atau salah satu kekuatan politik tertentu yang ujungnya hanya mengurangi kualitas layanan, merugikan mitra operator yang lain dan ujungnya merugikan warga Jakarta secara keseluruhan.

Saya akan kawal ini agar program yang baik bagi warga bisa terlaksana dengan baik dan anggaran Negara bisa efektif dan efisien digunakan untuk kebermanfaatan semua,” tegasnya di sela kegiatan rapat Komisi B DPRD DKI Jakarta.

By MayaJPN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *