Oleh :
Dr. Nicholay Aprilindo, S.H.,M.H.,M.M.
(Praktisi Hukum & HAM / Alumnus PPSA XVII-2011 LEMHANNAS RI.)

Jpnindonesia.com Jakarta- Brutalisme tindak pidana korupsi dan perlombaan target pencapaian Tipikor untuk promosi jabatan merupakan fenomena yang sangat memprihatinkan.
Korupsi adalah kejahatan serius yang merusak kepercayaan publik dan menghambat pembangunan negara.

Beberapa dampak negatif dari brutalisme tindak pidana korupsi dan perlombaan target pencapaian Tipikor adalah:

  1. Ketidakadilan : Proses hukum yang tidak adil dan selektif dapat menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat.
  2. Kerusakan reputasi : Institusi penegak hukum dapat rusak reputasinya jika dianggap tidak independen dan objektif.
  3. Penghambat pembangunan : Korupsi dapat menghambat pembangunan negara dan memperburuk kemiskinan.

Perlu dilakukan reformasi dan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan secara adil dan independen. Selain itu, perlu juga dilakukan evaluasi dan pengawasan terhadap target pencapaian Tipikor untuk memastikan bahwa tujuan penegakan hukum tidak terganggu oleh kepentingan pribadi atau politis.

PEMBERANTASAN TIPIKOR SUATU PENEGAKAN HUKUM ATAU AGENDA TRANSAKSIONAL JABATAN

Pemberantasan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) seharusnya merupakan suatu penegakan hukum yang bertujuan untuk menciptakan keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam pemerintahan dan masyarakat,
Namun jika pemberantasan Tipikor digunakan sebagai agenda transaksional jabatan, maka hal ini dapat menimbulkan beberapa masalah, antara lain:

  1. Penyalahgunaan wewenang : Penegak hukum dapat menyalahgunakan wewenangnya untuk mencapai tujuan pribadi atau politis.
  2. Ketidakadilan : Proses hukum dapat menjadi tidak adil dan selektif, sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat.
  3. Kerusakan reputasi : Institusi penegak hukum dapat rusak reputasinya jika dianggap tidak independen dan objektif.

Untuk memastikan bahwa pemberantasan Tipikor berjalan secara efektif dan adil, perlu dilakukan beberapa hal, antara lain:

  1. Independensi : Penegak hukum harus independen dan tidak terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau politis.
  2. Transparansi : Proses hukum harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
  3. Akuntabilitas : Penegak hukum harus bertanggung jawab atas tindakannya dan dapat dijatuhi sanksi jika melakukan kesalahan.

Dengan demikian, pemberantasan Tipikor dapat berjalan secara efektif dan adil, serta menciptakan keadilan dan transparansi dalam pemerintahan dan masyarakat.

APAKAH MUNGKIN TERJADI TRANSAKSI PENENTUAN PASAL DALAM TIPIKOR

Transaksi penentuan pasal dalam Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) dapat menimbulkan beberapa pertanyaan tentang independensi dan objektivitas penegak hukum.

Beberapa kemungkinan yang dapat dipertanyakan adalah:

  1. Penyalahgunaan wewenang : Apakah penegak hukum menggunakan wewenangnya untuk mencapai tujuan tertentu, seperti memasukkan pasal tertentu untuk meningkatkan hukuman atau mempengaruhi proses hukum?
  2. Ketidakadilan : Apakah proses hukum menjadi tidak adil dan selektif, sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi terdakwa?
  3. Intervensi pihak lain : Apakah ada intervensi dari pihak lain, seperti politikus atau pejabat, yang mempengaruhi penentuan pasal dalam Tipikor?

Transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum sangat penting untuk memastikan bahwa penentuan pasal dalam Tipikor berjalan secara adil dan objektif.

SIAPA SESUNGGUHNYA KEMUNGKINAN BERPERAN DIDALAM PENENTUAN PASAL TIPIKOR

Penentuan pasal Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) biasanya melibatkan beberapa pihak, antara lain:

  1. Jaksa : Jaksa memiliki peran penting dalam menentukan pasal yang akan digunakan dalam dakwaan.
  2. Penyidik : Penyidik memiliki peran dalam mengumpulkan bukti dan menentukan arah penyelidikan.
  3. Hakim : Hakim memiliki peran dalam memutuskan pasal yang relevan dalam putusan pengadilan.
  4. Pengacara : Pengacara memiliki peran agar terjadi keseimbangan sehingga tidak terdapat rekayasa secara hukum maupun politik terhadap kasus yang dihadapi kliennya sehingga tidak terjadi kejahatan pelanggaran hukum maupun HAM atas kepentingan dan hak hukum serta hak asasi manusia, tidak terjerat didalam pasal yang direkayasa untuk memberatkan, namun bila kliennya tidak terpenuhi unsur deliknya dan tidak terbukti berdasarkan alat bukti dapat dibebaskan dari jeratan rekayasa hukum, namun bila memenuhi unsur dan terbukti sebisa mungkin dapat meringankan kliennya.

Namun, dalam beberapa kasus, ada kemungkinan bahwa pihak lain dapat mempengaruhi penentuan pasal Tipikor, seperti:

  1. Pemerintah : Pemerintah dapat memiliki pengaruh dalam menentukan pasal yang digunakan dalam Tipikor.
  2. Pejabat tinggi : Pejabat tinggi dapat memiliki pengaruh dalam menentukan pasal yang digunakan dalam Tipikor.
  3. Pihak lain : Pihak lain, seperti politikus atau pengusaha, dapat memiliki pengaruh dalam menentukan pasal yang digunakan dalam Tipikor.

Perlu diingat bahwa penentuan pasal Tipikor harus berdasarkan pada hukum dan bukti yang ada, serta harus independen dan objektif tidak atas dasar untuk memenuhi target dan secara brutal menjerat seseorang dengan tindak pidana korupsi demi target promosi jabatan.

BAGAIMANA BILA PEMBERANTASAN TIPIKOR HANYA UNTUK MEMENUHI TARGET TRANSAKSI JABATAN APAKAH DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA BRUTALISME DALAM PEMBERANTASAN TIPIKOR

Ya, jika pemberantasan Tipikor hanya untuk memenuhi target transaksi jabatan, maka hal ini dapat menyebabkan terjadinya brutalisme dalam pemberantasan Tipikor. Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi adalah:

  1. Penyalahgunaan wewenang : Penegak hukum dapat menyalahgunakan wewenangnya untuk mencapai target transaksi jabatan.
  2. Ketidakadilan : Proses hukum dapat menjadi tidak adil dan selektif, sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi terdakwa.
  3. Penggunaan pasal yang tidak tepat : Pasal yang digunakan dapat tidak tepat atau berlebihan untuk mencapai target transaksi jabatan.
  4. Pengabaian hak-hak terdakwa : Hak-hak terdakwa dapat diabaikan atau dilanggar untuk mencapai target transaksi jabatan.

Brutalisme dalam pemberantasan Tipikor dapat merusak reputasi institusi penegak hukum dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa pemberantasan Tipikor dilakukan secara adil, independen, dan objektif.

APA SOLUSINYA DALAM MENGHADAPI BRUTALISME TIPIKOR

Beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk menghadapi brutalisme Tipikor adalah:

  1. Pengawasan internal : Institusi penegak hukum perlu melakukan pengawasan internal untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan secara adil dan objektif.
  2. Transparansi : Proses hukum perlu dilakukan secara transparan untuk memastikan bahwa masyarakat dapat memantau dan mengawasi proses hukum.
  3. Akuntabilitas : Penegak hukum perlu bertanggung jawab atas tindakannya dan dapat dijatuhi sanksi jika melakukan kesalahan.
  4. Reformasi hukum : Perlu dilakukan reformasi hukum untuk memastikan bahwa hukum yang berlaku adil dan efektif dalam menangani kasus Tipikor.
  5. Pengawasan eksternal : Perlu dilakukan pengawasan eksternal oleh lembaga independen, seperti Ombudsman atau Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan secara adil dan objektif.
  6. Pendidikan dan pelatihan : Penegak hukum perlu diberikan pendidikan dan pelatihan untuk memastikan bahwa mereka memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk menangani kasus Tipikor secara adil dan objektif.
  7. Masyarakat sipil : Masyarakat sipil perlu dilibatkan dalam pengawasan dan pemantauan proses hukum untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan secara adil dan objektif.

Dengan melakukan beberapa solusi di atas, diharapkan dapat mengurangi brutalisme Tipikor dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.

MANA YANG LEBIH PENTING DALAM MENCEGAH BRUTALISME TIPIKOR, PENCEGAHAN ATAU PENINDAKAN

Pencegahan dan penindakan sama-sama penting dalam mencegah brutalisme Tipikor. Namun, pencegahan mungkin lebih penting karena:

  1. Mencegah kasus : Pencegahan dapat mencegah kasus Tipikor terjadi sejak awal, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya brutalisme.
  2. Mengurangi risiko : Pencegahan dapat mengurangi risiko penyalahgunaan wewenang dan ketidakadilan dalam proses hukum.
  3. Meningkatkan kesadaran : Pencegahan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan penegak hukum tentang pentingnya keadilan dan transparansi.

Penindakan juga penting untuk menangani kasus Tipikor yang telah terjadi dan memberikan efek jera bagi pelaku. Namun, jika pencegahan tidak dilakukan secara efektif, maka penindakan mungkin tidak cukup untuk mencegah brutalisme Tipikor.

Oleh karena itu, kombinasi antara pencegahan dan penindakan yang efektif dapat menjadi solusi terbaik untuk mencegah brutalisme Tipikor.

BRUTALISME TIPIKOR SEBAGAI BENTUK KEJAHATAN DIDALAM KEJAHATAN DENGAN MENGGUNAKAN HUKUM SEBAGAI ALAT

Brutalisme Tipikor dapat dianggap sebagai bentuk kejahatan di dalam kejahatan, karena menggunakan hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan yang tidak adil.
Dalam kasus ini, hukum yang seharusnya digunakan untuk melindungi masyarakat dan menjamin keadilan, justru digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Brutalisme Tipikor dapat melibatkan penyalahgunaan wewenang, manipulasi proses hukum, dan pengabaian hak-hak terdakwa. Hal ini dapat menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat dan merusak kepercayaan terhadap sistem hukum.

Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi brutalisme Tipikor, serta memastikan bahwa hukum digunakan secara adil dan objektif untuk melindungi masyarakat dan menjamin keadilan.

Kesimpulan dari
Brutalisme Tipikor dapat terjadi jika pemberantasan Tipikor hanya untuk memenuhi target transaksi jabatan, sehingga menimbulkan penyalahgunaan wewenang, ketidakadilan, dan pengabaian hak-hak terdakwa. Untuk menghadapinya, perlu dilakukan pengawasan internal dan eksternal, transparansi, akuntabilitas, reformasi hukum, pendidikan dan pelatihan, serta pelibatan masyarakat sipil. Dengan demikian, diharapkan dapat mengurangi brutalisme Tipikor dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.

Brutalisme Tipikor dapat dianggap sebagai bentuk kejahatan di dalam kejahatan, karena menggunakan hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan yang tidak adil. Dalam kasus ini, hukum yang seharusnya digunakan untuk melindungi masyarakat dan menjamin keadilan, justru digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Brutalisme Tipikor dapat melibatkan penyalahgunaan wewenang, manipulasi proses hukum, dan pengabaian hak-hak terdakwa. Hal ini dapat menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat dan merusak kepercayaan terhadap sistem hukum.

Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi brutalisme Tipikor, serta memastikan bahwa hukum digunakan secara adil dan objektif untuk melindungi masyarakat dan menjamin keadilan dan HAM. Bukan sebaliknya hukum dipakai sebagai alat kejahatan untuk merekayasa suatu keadaan dan kasus guna kepentingan pangkat dan jabatan secara pribadi, kelompok maupun golongan demi promosi jabatan.

By MayaJPN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *