Jpnindonesia.com Jakarta- 12 September 2018, Di Desa Karawang Sari Natar Bandar Lampung, KOPJA GANTI (Koperasi Jasa Gerakan Nelayan Tani Indonesia) dibawah pimpinan Dadang Mishal Yofthi, SH, MM, meluncurkan Program Desa Terang, yang dihadiri kurang lebih 400 Kepala Desa di Indonesia.
Seiring waktu KOPJA GANTI diambil alih oleh GNTI (Gerakan Nelayan Tani Indonesia) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, MSi, yang pada tanggal 1 Desember 2018, program Desa Terang disahkan oleh Presiden RI, Joko Widodo melalui SK Nomor 121-DT/PP-GNTI/XII/2018.
Sri Sutarti, SKm, MM, selanjutnya ditunjuk oleh Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, MSi, sebagai Koordinator Pelaksana Lapangan Kampanye Presiden RI Joko Widodo, dimana seluruh anggaran kegiatan tersebut ditanggung seluruhnya oleh DPP-GNTI, di mana puncak acaranya berlangsung pada tanggal 5 April 2019.
Pasca dihentikannya Program Desa Terang tersebut, Sri Sutarti, SKm, MM, selanjutnya dituduh melakukan penipuan dan atau penggelapan atas program Desa Terang, dimana PT. Adi Rayyan Teknologi (ART) menyebutkan telah menyerahkan dana sebesar $ 50.000 (sekitar Rp. 700.000.000).
Rabu, 11 September 2024, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamaruddin Simanjuntak, SH yang diwakili oleh pengacara muda Hottua Manalu, SH, dan Nico Iryanto Sihombing, SH, yang merupakan bagian dari “Victoria Law Firm” menjelaskan kepada awak media bagaimana Sri Suhartati menjadi korban (tersangka) dalam tuduhan tersebut.
“Hari ini kita sidang rwplik dari pemohon dan juga akan menyerahkan surat ke pada hakim yang menangani permasalahan ini” ungkap Hottua Manalu.
“Bukti yang kami ajukan hari ini adalah bukti-bukti bahwa Sri Sutarti tidak menerima uang yang dikirimkan ke KOPJA GANTI, kami ingin membuktikan bahwa Ibu Sri ini bukanlah pengguna uang yang dikirimkan oleh PT. ART, namun hanya menyalurkan dana tersebut sesuai perintah dari Ketua Umum GNTI, Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, MSi,” lanjut Hottua Manalu kepada awak media.
“Saat ini, disaat bersamaan, kami menghadapi 2 sidang sekaligus, pertama, sidang praperadilan dan kedua sidang kedua adalah pidana. Dimana seharusnya selesaikan dulu sidang praperadilan peradilan baru dilanjutkan dengan sidang pidana,” tutur Hottua Manalu, lagi.
Sementara itu, Nico Iryanto Sihombing, SH, mengungkapkan bahwa, jika apa yang dituduhkan oleh PT. ART benar, maka seharusnya yang menjadi sasaran adalah KOPJA GANTI atau DPP GNTI, bukan personal Ibu Sri Sutarti.