JPNINDONESIA.COM JAKARTA — Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA., menyampaikan pandangannya terkait pengelolaan candi-candi Buddha di Indonesia dalam acara bertajuk Silaturahmi Kebangsaan Menteri Kebudayaan RI dan Menteri Agama RI Bersama Umat Buddha Indonesia. Acara tersebut digelar pada Selasa, 5 November 2024, di Jakarta International Expo, Kemayoran, dengan mengusung tema “Strategi Pengelolaan Candi Buddha untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045: Peran Masyarakat dalam Pengelolaan Candi Buddha di Indonesia Ditinjau dari Perspektif Kebudayaan dan Keagamaan.”
Dalam kesempatan ini, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar menggarisbawahi pentingnya menjaga fungsi utama candi Buddha sebagai warisan budaya dan situs religi. “Kita harus menjaga candi-candi ini agar tetap bisa memberikan nilai spiritual bagi para pemeluknya, khususnya masyarakat Buddha di Indonesia,” ujarnya. Ia juga menekankan bahwa pelestarian candi harus melibatkan masyarakat setempat, sehingga tercipta kesadaran untuk menghargai dan merawat warisan budaya tersebut.
Prof. Nasaruddin menyebut bahwa pengelolaan candi, termasuk Borobudur, tidak hanya perlu dilihat dari aspek keagamaan, tetapi juga dari sisi kebudayaan dan sosial-ekonomi. Menurutnya, candi-candi besar seperti Borobudur bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga aset nasional yang memiliki potensi besar dalam meningkatkan ekonomi lokal, terutama melalui sektor pariwisata. “Pengelolaan candi yang melibatkan masyarakat sekitar dapat memberikan dampak ekonomi yang positif. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya sekadar menjaga situs ini, tetapi juga mendapat manfaat langsung dari keberadaan candi tersebut,” tambahnya.
Lebih lanjut, Menteri Agama juga menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara nilai-nilai budaya dan ekonomi dalam pengelolaan candi. Ia menekankan bahwa meskipun pengelolaan candi dapat menghasilkan keuntungan ekonomi, aspek budaya dan keagamaan harus tetap menjadi prioritas. “Jangan sampai kita terlalu fokus pada aspek komersial dan melupakan makna religius dari candi-candi ini. Kita harus menjaga agar fungsi candi sebagai tempat sakral bagi umat Buddha tetap terjaga,” jelasnya.
Selain itu, Prof. Nasaruddin menyoroti peran generasi muda dalam menjaga dan melestarikan candi sebagai bagian dari visi Indonesia Emas 2045. “Masyarakat, terutama generasi muda, perlu didorong untuk lebih memahami nilai-nilai budaya dan keagamaan yang terkandung dalam situs-situs bersejarah ini. Dengan begitu, generasi penerus kita akan memiliki kebanggaan terhadap identitas bangsa dan turut berperan aktif dalam upaya pelestarian warisan budaya,” ujarnya.
Menurutnya, langkah ini merupakan bagian dari strategi besar dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara yang maju dan berbudaya pada tahun 2045. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait dinilai penting untuk mencapai tujuan tersebut.
Acara ini juga dihadiri oleh Menteri Kebudayaan RI beserta sejumlah tokoh agama Buddha dari berbagai wilayah Indonesia. Diharapkan, melalui diskusi seperti ini, akan muncul gagasan-gagasan segar untuk memperkuat peran candi Buddha sebagai simbol kerukunan antarumat beragama dan kebanggaan bangsa.
Dengan adanya upaya pengelolaan yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat, candi-candi Buddha di Indonesia, seperti Borobudur, diharapkan dapat menjadi pusat spiritual, budaya, dan ekonomi yang dapat mengangkat martabat bangsa di mata dunia.