Jpnindonesia.com Jakarta- ALSA Indonesia yang merupakan asosiasi perkumpulan mahasiswa Fakultas Hukum dari 15 Universitas se-Indonesia, berkolaborasi dengan alumninya yang tergabung dalam ASA Indonesia untuk mendukung Advokat Tony Budidjadja, yang sedang menjalani sidang perkara pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Nomor Perkara 690/Pid.B/2024/PN.Jkt.Sel.
Perwakilan ALSA Indonesia, Delvino Lolianto yang merupakan Presiden ALSA Indonesia saat ini sekaligus merangkap sebagai narahubung dalam pengiriman Amicus Curiae ini menyampaikan bahwa Amicus Curiae telah diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari Senin (11/11/2024).
Delvino menambahkan bahwa inisiatif tersebut ditempuh karena Delvino dan berbagai Alumni ALSA Indonesia mengenal Tony Budidjaja yang telah berpraktik sebagai Advokat lebih dari 27 (dua puluh tujuh) tahun dan sangat menjunjung tinggi integritas dalam memberikan jasa hukum kepada berbagai kliennya. Oleh karena itu, pengurus ALSA Indonesia berinisiatif mengajak alumninya yang tergabung dalam organisasi ASA Indonesia untuk membuat dan menyampaikan Amicus Curiae.
Sonia Ramadhani selaku Ketua Umum ASA Indonesia menerangkan bahwa Dewan Pengurus ASA Indonesia menyambut baik ajakan dari ALSA Indonesia karena ASA Indonesia memahami bahwa penuntutan pidana terhadap Tony Budidjaja terjadi karena bersangkutan melaksanakan tugas profesinya sebagai Advokat. Pengurus ASA Indonesia khawatir bahwa hal ini dapat menjadi preseden buruk serta merusak penegakan hukum khususnya sistem peradilan pidana di Indonesia, apabila seorang Advokat dapat dipidana ketika melaksanakan tugas profesinya sebagai Advokat. Padahal Advokat dalam melaksanakan tugasnya memiliki imunitas yang dilindungi berdasarkan Pasal 16 dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat serta Putusan MK Nomor 26/PUU-XI/2013.
Sonia menambahkan bahwa bukan kali pertama ASA Indonesia memiliki keprihatinan dan mengajukan Amicus Curiae. Dalam kesempatan lain, ASA Indonesia juga pernah mengajukan Amicus Curiae untuk mendukung Kenny Wisha Sonda, yang merupakan in-house counsel yang juga dituntut secara pidana terkait pelaksanaan tugas profesinya.
Kemudian, Johan Imanuel selaku Wakil Ketua Umum Bidang 5 (Hukum) ASA Indonesia menambahkan bahwa seseorang Terdakwa memiliki hak untuk mengajukan keberatan (eksepsi) berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP. Kemudian, terhadap eksepsi tersebut, maka Majelis Hakim yang mengadili perkara akan menjatuhkan keputusan yang dapat berupa Putusan (akhir) apabila eksepsi Terdakwa diterima atau dapat berupa Putusan (sela) apabila eksepsi Terdakwa tidak dapat diterima.
Johan menerangkan bahwa ASA Indonesia memahami Tony Budidjaja telah mengajukan Nota Keberatan (eksepsi) pada tanggal 29 Oktober 2024. Kemudian, Jaksa Penuntut Umum (JPU) diberikan kesempatan mengajukan pendapat (replik) pada tanggal 5 November 2024. Sehingga terhadap eksepsi Terdakwa dan Replik JPU tersebut, maka Majelis Hakim akan menjatuhkan keputusan pada hari Selasa, 12 November 2024. Oleh karena itu, ASA Indonesia berharap bahwa Amicus Curiae yang diajukan dapat turut dipertimbangkan agar Tony Budidjaja memperoleh keputusan berupa putusan (akhir) yang menyatakan dakwaan batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima, sehingga pemeriksaan perkara pidana terhadapnya tidak dilanjutkan.
Lebih lanjut, R.M. Nasatya Danisworo (re: Nasyat), selaku Wakil Ketua Umum Bidang 1 (Internal) ASA Indonesia menerangkan bahwa pada intinya Amicus Curiae yang diajukan ASA Indonesia dibuat relatif singkat dan tidak ingin mengulang-ulang materi Eksepsi yang telah diajukan Tony Budidjaja. “Pada dasarnya ASA Indonesia melalui Amicus Curiae hanya ingin memperkuat dan menambahkan dalil-dalil hukum terhadap Eksepsi yang telah diajukan Tony. Kami meyakini bahwa Majelis Hakim secara prinsip telah mengetahui hukumnya (ius curia novit).” Imbuh Nasyat.
Nasyat juga menerangkan bahwa terdapat 4 (empat) poin penting yang disampaikan dalam Amicus. Pertama , memang landasan hukum utama dalam pengajuan eksepsi diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP, akan tetapi dalam perkembangannya setelah KUHAP diundangkan pada 1981 (lebih dari 43 tahun), terdapat banyak materi eksepsi yang diatur dalam doktrin dan yurisprudensi, Oleh karena itu, materi Eksepsi dari Tony Budidjaja telah sesuai tidak hanya berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, akan tetapi juga berdasarkan doktrin dan yurisprudensi. Kedua , terkait materi eksepsi berupa imunitas advokat yang disinggung dalam Eksepsi Tony Budidjaja, kami menambahkan bahwa dalam konteks Pasal 156 ayat (1) KUHAP maka penuntutan pidana yang melanggar ketentuan mengenai imunitas advokat dapat menyebabkan Surat Dakwaan Tidak Cermat sehingga harus dinyatakan batal demi hukum. Ketiga , apabila Tony Budidjaja belum diproses dan dinyatakan bersalah oleh Dewan Etik Advokat, maka sudah sepatutnya membuat Surat Dakwaan Tidak Cermat karena prematur sehingga harus dinyatakan batal demi hukum. Keempat/terakhir , dalam Eksepsi Tony Budidjaja memang dalam beberapa materinya menyinggung fakta-fakta yang tidak lengkap/tidak jelas. Dalam konteks keabsahan materi eksepsi dalam hukum acara pidana, hal tersebut tidak membuat eksepsi menyentuh pokok perkara dikarenakan Tony Budidjaja tidak mempermasalahkan penilaian benar/tidaknya suatu fakta. Adapun Majelis Hakim berdasarkan doktrin (salah satunya yang dinyatakan oleh Mantan Hakim Agung, M. Yahya Harahap) sangat dibenarkan untuk dapat memeriksa kesesuaian fakta antara Dakwaan dengan Berkas Perkara di Tingkat Penyidikan (BAP). Apabila terdapat inkonsistensi, maka Majelis Hakim dapat menyatakan Surat Dakwaan Tidak Dapat Diterima.
Presiden ALSA Indonesia, Delvino, menutup dengan mengajak segenap masyarakat serta praktisi dan akademisi hukum untuk turut mengawal jalannya kasus menarik ini. “Kami berharap agar Majelis Hakim dapat menerima Amicus Curiae yang diajukan oleh senior kami di ASA Indonesia dan menjatuhkan keputusan seadil-adilnya.”