Dr. Nicholay Aprilindo, S.H., M.M.
Akademisi-Praktisi Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Jpnindonesia.com Jakarta-
Pendahuluan :
Bahwa didalam perjalanan panjang Bangsa dan Negara Republik Indonesia sebagai Negara Hukum (Rechts Staats), Pancasila sebagai “Grand Fundamentalnorms” tidak hanya menjadi dasar Negara dan ideologi, tetapi juga harus menjadi paradigma utama dalam penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
Hal tersebut untuk mengajak kita kembali pada ruh konstitusi dan nilai-nilai luhur bangsa sebagai akar budaya ketimuran.
Pembahasan :
PANCASILA SEBAGAI SUMBER HUKUM TERTINGGI
Didalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat, Pancasila ditegaskan sebagai dasar falsafah negara.
Kelima sila Pancasila bukan hanya landasan normatif, tetapi juga harus menjadi pedoman dalam merumuskan, menegakkan, dan mengevaluasi hukum nasional,
misalnya, Sila pertama Ke Tuhanan Yang Maha Esa, menjamin keberadaan nilai ke-Tuhanan dalam seluruh aspek kehidupan sosial, budaya, termasuk hukum.
Sementara sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia menjadi ukuran mutlak dalam menilai keadilan hukum.
Namun dalam praktik, Hukum dan Hak Asasi Manusia kerap kehilangan dimensi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Setidaknya saya mencatat bahwa hukum Indonesia sering bersifat “Transaksional” baik dari segi politis maupun segi ekonomi (fulus), sehingga menyebabkan “Tumpul keatas, tajam kebawah”.
Fenomena diskriminatif ini tidak hanya mencederai kepercayaan publik, tetapi juga bertentangan langsung dengan nilai-nilai Pancasila.
NEGARA HUKUM PANCASILA vs. NEGARA HUKUM ALA BARAT
Berbeda dengan konsep Recht staat di Eropa Continental atau Rule of Law ala Anglo-Saxon, konsep “Negara Hukum Pancasila” menekankan prinsip spiritualitas berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, dalam melakukan musyawarah mufakat dengan mengedepankan sisi kemanusiaan yang adil dan beradab artinya bersikap adil dan beradab dalam upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, untuk menjamin kokohnya Persatuan Indonesia.
Hukum bukan sekedar aturan teknis, tetapi harus menjiwai cita-cita kolektif bangsa. Itulah sebabnya, unsur ke-Tuhanan (spiritual), kemanusiaan, keberadaban kekeluargaan, dan gotong-royong seharusnya menjadi nilai utama dan terutama dalam sistem hukum nasional dan sistem penegakan hak asasi manusia.
Konsep ini juga mengedepankan hubungan sinergis antara negara dan agama, alih-alih pemisahan secara kaku.
Dengan demikian, kebebasan beragama menjadi kewajiban, bukan pilihan semata.
Dalam konteks ini, seharusnya tirani mayoritas terhadap minoritas tidak memiliki tempat dalam ruang publik Indonesia.
FENOMENA KETIDAK ADILAN DAN MANIPULASI HUKUM
Di tengah kompleksitas demokrasi dan politik, hukum kerap menjadi alat politik kekuasaan dan kekuasaan politik. Kasus-kasus hukum yang menyeret pejabat atau tokoh elit politik sering kali diwarnai dengan praktik impunitas, barter politik, hingga intervensi kekuasaan. Ironisnya, di saat yang sama, masyarakat kecil justru rentan dijerat hukum secara represif.
Hal ini menggambarkan bagaimana hukum telah tercerabut dari prinsip moral dan keberadaban serta keadilan sosial, padahal didalam setiap putusan Hakim Pengadilan selalu bermotto “Untuk Keadilan Berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa”, seolah-olah atas nama Tuhan hukum dapat menjadi alat “Transaksional”.
Dalam refleksi saya, juga menyoroti penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas, yang menurutnya justru bertentangan dengan Pancasila itu sendiri. Ketika hukum dibuat tanpa musyawarah, tanpa transparansi, dan mengabaikan nilai keadilan serta kemanusiaan, keberadaban maka hukum tersebut bukanlah hukum Pancasila, melainkan hukum yang menjadi alat politik kekuasaan dan kekuasaan politik.
REFORMASI HUKUM DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Untuk mengembalikan marwah hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila, diperlukan reformasi mendasar dalam sistem hukum nasional.
Hukum tidak cukup sekadar ditegakkan namun harus dilandasi oleh semangat spiritual religius berdasar Ke-Tuhanan, Keberadaban, Keadilan Sosial, serta cita-cita Persatuan bangsa.
Pembaharuan hukum dilakukan secara serius melalui kodifikasi, unifikasi, dan sinkronisasi hukum yang berakar pada Pancasila, kesadaran hukum bangsa.
Pendidikan hukum pun harus mengutamakan etika, profesionalitas, dan penguatan nilai Pancasila pada setiap aktor hukum.
Penegakan hukum yang sejati hanya bisa terwujud jika hukum diposisikan sebagai instrumen keadilan, bukan kekuasaan. Pancasila, dengan segala nilai spiritual, moral, dan sosialnya, harus menjadi kompas utama dalam menjalankan sistem peradilan dan perlindungan Hak Asasi Manusia, tanpa itu hukum akan kehilangan ruhnya dan negara kehilangan legitimasinya di mata rakyat.
PANCASILA DIDALAM KONSTITUSI NEGARA
Bahwa berdasarkan Pasal 29 ayat (1) UUD 1945, yang secara norma dan filosofis menyebutkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan didalam Pasal 1 alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, Pancasila sebagai Dasar Negara menegasikan peran penting Pancasila dalam sistem hukum di Indonesia.
Pancasila sebagai Dasar Negara terdiri dari lima Sila yaitu :
- Ketuhanan Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,
- Persatuan Indonesia,
- Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,
- Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Ke Lima Sila tersebut diatas menjadi landasan filosofis dan norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kesimpulan :
Bahwa didalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Implementasinya adalah Pancasila sebagai Sumber Hukum, Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum di Negara, seharusnya memengaruhi pembentukan undang-undang dan kebijakan negara.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pada Pasal 2 jelas dan tegas mengatakan serta mengatur bahwa “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum Negara, artinya bahwa Pancasila menjadi landasan dalam pembentukan semua undang-undang dan peraturan yang berlaku di NKRI,
Pancasila merupakan “Fundamental Norm” yang secara filosofis berlaku juga pada UU.No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sehingga semua kebijakan tentang Penghormatan, Perlindungan, Pemenuhan, Penegakan dan Pemajuan HAM yang selanjutnya disebut P5HAM adalah kewajiban dan tanggung jawab Negara terutama Pemerintah dan masyarakat pada umumnya terhadap Hak Asasi Manusia, sebagaimana diatur dalam Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang mengenai HAM.
Didalam Pancasila ada pendistribusian keadilan dan Hak Asasi Manusia, yaitu Pada Sila ke-2 yang berdasarkan pada Sila ke-1, untuk pendistribusian keadilan dan HAM sesuai Sila ke-5, guna menjamin terselenggaranya Sila ke-3 dan tercapainya Sila ke-4 dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yang demokratis sesuai akar budaya permusyawaratan yang selama ini menjadi patron bangsa Indonesia.
Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia berdasarkan pada Pancasila, khususnya sila kedua yaitu “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”. Berikut beberapa aspek HAM yang terkait dengan Pancasila, bahwa didalam Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mengandung pengakuan martabat manusia, Sila ke dua ini menekankan pentingnya pengakuan dan penghormatan terhadap martabat manusia, selain itu Sila kedua ini juga menekankan pentingnya perlakuan yang adil dan tidak diskriminatifk terhadap semua orang.
Dengan demikian Implementasi Pancasila didalam Hak Asasi Manusia adalah merupakan suatu pengakuan secara fundamentalism Norm, yaitu pengakuan terhadap :
- Hak untuk hidup : Hak untuk hidup dengan martabat dan bebas dari penyiksaan.
- Hak untuk kebebasan : Hak untuk kebebasan berpikir, beragama, dan berekspresi.
- Hak untuk keadilan : Hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif dalam hukum.
Selain itu Implementasi Pancasila secara Perundang – undangan harus merupakan suatu wujud nyata seperti tercantum didalam :
- Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia : Mengatur tentang hak-hak asasi manusia dan kewajiban negara untuk melindungi dan menghormati HAM.
- Kementerian Hak Asasi Manusia berdasarkan Peraturan Presiden No.156 Tahun 2024, Kementerian ini mempunyai tugas dan fungsi yaitu mempromosikan dan melindungi HAM serta melaksanakan program Pemerintah dalam hal P-5 HAM di Indonesia yakni Penghormatan, Perlindungan, Pemajuan, Pemenuhan, dan Penegakan Hak Asasi Manusia.
- KOMNAS HAM adalah sebagai Lembaga yg melaksanakan tindakan-tindakan pro Justicia didalam melakukan Penyelidikan serta memberikan Rekomendasi kepada Pemerintah dan Aparatur Penegak Hukum untuk melakukan proses Judicial tentang Pelanggaran HAM Berat maupun Pelanggaran HAM lainnya.
Penutup :
Dengan demikian, Pancasila menjadi landasan filosofis bagi perlindungan dan promosi HAM di Indonesia, memastikan bahwa hak-hak asasi manusia dihormati dan dilindungi sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dan Pancasila bukan hanya sekadar simbol Negara, tetapi juga menjadi landasan filosofis dan sumber hukum yang fundamental dalam sistem Hukum Indonesia dan sistem Hak Asasi Manusia untuk tercapainya keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum yang berbasiskan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia.