Jpnindonesia.com Medan -Pakar Hukum Merek, Dr. Arimansyah gelar bedah buku yang ditulisnya berjudul ‘Hukum Pelindungan Merek Terkenal Pada Barang/Jasa Yang Tidak Digunakan (Non-Use) Perspektif Kepastian Hukum Dan Keadilan Dalam Kerangka Hukum Nasional’. Acara bedah buku ini mengkritisi pengaturan dan perlindungan hukum dari merek terkenal non-use atau merek yang dilindungi namun tidak digunakan oleh pemiliknya.

Acara yang diselenggarakan secara hybrid di MOSAKU SAGA RingRoad, Medan, Jum’at (25/07/2025) itu dihadiri oleh Menparekraf RI 2020 – 2024 Dr. H. Sandiaga Salahuddin Uno, Ketua Komisi Banding Merek Prof. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum., dan CEO Indonesia Airlines Iskandar Ismail.

Dr. Arimansyah selaku penulis buku ‘Hukum Pelindungan Merek Terkenal Pada Barang/Jasa Yang Tidak Digunakan (Non-Use) Perspektif Kepastian Hukum Dan Keadilan Dalam Kerangka Hukum Nasional’ yang juga praktisi di bidang hukum merek, mengatakan bahwa pengaturan pelindungan merek non-use di Indonesia masih terdapat kesenjangan dan ketidaksesuaian antara ideal dan realitas.

“Undang-Undang Merek 20 Tahun 2016 maupun aturan pelaksananya yang kita punya saat ini belum sepenuhnya mengakomodasi rumusan Pasal 16 ayat (3) ketentuan TRIPs dalam memberikan perlindungan hukum kepada merek terkenal untuk barang atau jasa yang tidak sejenis, ketika penggunaan merek lain yang menyerupai merek terkenal yang dimaksud dapat menimbulkan kesan keterkaitan dengan produsen dari merek terkenal dan merugikan kepentingan pemegang merek terkenal tersebut”, kata Dr. Arimansyah membuka pembahasan dalam acara bedah buku.

Dr. Arimansyah menambahkan, “urgensi dibutuhkannya pengaturan yang ideal tentang perlindungan merek terkenal pada barang atau jasa yang tidak digunakan dapat dipandang dari sisi substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Dari sisi substansi hukum dapat dilihat masih adanya pengaturan yang belum komperhensif terkait persyaratan tertentu dalam memberikan perlindungan pada merek terkenal untuk barang dan/atau jasa yang tidak sejenis, sehingga berdampak secara langsung terhadap struktur hukum yaitu pihak-pihak yang menjalankan aturan hukum itu sendiri diantaranya pemeriksa merek dan hakim-hakim pemutus perkara merek yang banyak memberikan keputusan secara tidak konsisten berdasarkan subjektifitasnya masing-masing karena aturannya sendiri yang belum jelas. Sementara itu, dari segi budaya hukum sebagaimana kita ketahui bahwa kecenderung masyarakat Indonesia menginginkan sesuatu yang instan sehingga dapat kita lihat motif itikad buruk dalam penggunaan merek baik dalam bentuk passing off, trademark squatting ataupun dilusi merek masih sering kita temui di Indonesia”.

Sebagai solusi, Dr. Arimansyah memberikan masukkan terkait konsep pengaturan yang ideal terhadap perlindungan merek terkenal pada barang atau jasa yang tidak digunakan dengan memberikan kriteria khusus dan batasan tertentu yang diterapkan terhadap merek terkenal untuk dapat memperoleh perlindungan pada barang dan/atau jasa yang tidak digunakan (non-use).

Prof. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum. yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi Banding Merek Kementerian Hukum RI memberikan pandangannya atas buku yang ditulis Dr. Arimansyah tersebut, yang mengatakan “sejalan dengan pemikiran Dr. Arimansyah dalam bukunya, memang perlindungan merek terkenal pada jenis barang atau jasa yang tidak digunakan oleh merek terkenal perlu dibuat kriteria secara khusus, yaitu terbatas pada merek-merek yang berasal dari coined or invented words atau merek yang berasal dari kata yang diciptakannya sendiri oleh pemiliknya, tidak mengandung arti apapun sehingga tidak menjadi penghalang bagi pihak lain yang beriktikad baik untuk menggunakan merek yang menyerupai dengan merek terkenal pada barang atau jasa yang tidak saling terkait dengan barang atau jasa yang digunakan oleh merek terkenal.”

CEO Indonesia Airlines, Iskandar Ismail juga menambahkan “perlindungan merek sangat penting diperhatikan dalam menjalankan kegiatan usaha, dan memang aturan hukum perlindungan merek yang ada saat ini masih sangat lemah. Prinsip first to file dalam hukum merek yang diterapkan di Indonesia kerap dimanfaatkan oleh banyak orang untuk mendaftarkan merek milik pihak lain dan kemudian menjualnya kepada pemilik sebenarnya. Itu yang dirasakan sendiri oleh Indonesia Airlines, telah ada pihak lain yang mendaftarkan merek Indonesia Airlines, bahkan hingga memesan terlebih dahulu situs web dengan unsur nama Indonesia Airlines untuk kemudian ditawarkan kepada pihak Indonesia Airlines. Ini yang harus menjadi perhatian bagi pelaku usaha agar mendaftarkan terlebih dahulu hak atas mereknya sebelum mempublikasikannya kepada publik”. Iskandar Ismail mengaku pihak Indonesia Airlines sendiri dalam waktu dekat akan mengumumkan merek baru dari maskapai penerbangan yang akan ia luncurkan.

Sebagai Penutup, Dr. H. Sandiaga Salahuddin Uno melalui sambungan virtual dalam acara tersebut mengatakan, “Pelindungan HAKI bukan hanya soal hukum namun juga menjaga daya saing, membangun ekosistem, membangun legasi dan juga membuka peluang investasi. Buku yang ditulis Dr. Arimansyah ini mengingatkan kita bahwa merek yang belum digunakan pun punya nilai strategis jika diperlihara dan dilindungi. Oleh karena itu, saya mengajak anak muda, kreator dan pelaku usaha untuk daftarkan ide, lindungi karya dan kembangkan kekayaan intelektual jadi modal masa depan”.

By MayaJPN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *