Oleh :
Dr.Nicholay Aprilindo, SH.,MH.,MM.
Jpnindonesia.com Jakarta-Membakar hutan dan lahan dengan tujuan membuka lahan dan melakukan perusakan hutan dan atau pembalakan liar merupakan hal yang secara tegas dilarang dalam Undang-Undang tentang kebakaran hutan dan lahan, serta Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Namun Penegakan hukum serta pemberlakuan sanksi hukum oleh aparat penegakan hukum sangatlah rendah diluar sanksi hukum terberat dari Undang-Undang yang mengatur, sehingga para pelaku seakan tidak jera bahkan terkesan “kebal hukum”, hal ini sudah banyak dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dampak dari pembakaran hutan dan perusakan hutan ini sangat besar salah satunya merusak ekosistem dan menyebabkan rusaknya lingkungan hidup, rusaknya ekosistim Flora dan Fauna serta hilangnya ketersediaan air dari dalam kawasan hutan.
Dalam kondisi ini pentingnya untuk mengingat terkait Undang-Undang tentang kebakaran hutan dan lahan serta Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Untuk itu Negara harus hadir serta menghadirkan Aparatur Negara bidang Penegakan hukum dan bidang Kamtibmas yang tegas, mempunyai integritas dan loyalitas pada Negara, tidak mempunyai agenda kepentingan “kantong pribadi” selain kepentingan tugas Negara untuk melakukannperintah Undang–Undang.
Undang-Undang Tentang Kebakaran Hutan dan Lahan
Regulasi yang mengatur terkait larangan pembakaran hutan dan lahan secara sengaja untuk tujuan pembukaan lahan, diatur dalam berbagai undang-undang seperti UU No.41 Tahun 1999 Tentang kehutanan, UU 32/2009 PPLH dan UU 39/2014 Tentang perkebunan.
Pembakaran hutan dengan disengaja berdasarkan UU Kehutanan merupakan pelanggaran hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana serta denda.
Pasal penjerat pelaku pembakaran hutan dalam UU Kehutanan ini yaitu Pasal 78 Ayat 3 UU 41 Tahun 1999, isi dalam pasal ini yaitu :
“Barangsiapa yang dengan sengaja melakukan pembakaran hutan akan dikenakan pidana penjara maksimal 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 5 miliar.
Sedangkan dalam Pasal lain, yaitu Pasal 4 menyatakan pelanggar karena kelalaian diancam pidana penjara maksimal 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 1,5 miliar.
Undang-Undang tentang kebakaran hutan dan lahan lain diatur dalam UU PPLH, aturan membuka lahan dengan dibakar merupakan pelanggaran hukum yang dilarang sesuai dengan isi dalam pasal 69 ayat 2 huruf h.
Sanksi untuk pelaku berdasarkan UU PPLH diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda antara Rp. 3-10 miliar.
UU Perkebunan menjadi salah satu undang-undang tentang kebakaran hutan dan lahan yang melarang membuka lahan dengan cara membakar hutan. Larangan tersebut tertuang dalam Pasal 56 ayat 1.
Sanksi untuk pelaku usaha atau pelaku pelanggaran kebakaran hutan dan lahan akan dijerat Pasal 108 UU Perkebunan dan akan dikenakan hukuman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 10 miliar.
Pemerintah telah membuat regulasi tegas mengenai larangan pembakaran hutan yang disengaja dalam tujuan apapun. Selain menjadi masalah serius dan menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan, pembakaran hutan berskala besar dapat membuat lahan menjadi tidak subur dan merugikan.
Undang-undang tentang kebakaran hutan dan lahan ini menjadi salah satu perhatian pemerintah dalam melestarikan hutan yang menjadi salah satu aset dari negara.
Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Bahwa sesuai dengan konsiderans menimbang pada huruf a sampai dengan huruf g didalam UU. Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sangat tegas dan jelas, salah satunya pada konsiderans menimbang huruf e yaitu : “bahwa perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi, dan lintad negara yang filakukan dengan modus operandi yang canggih, telah mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat sehingga dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin efektivitas penegakan hukum
Bila melihat dan mendalami UU No. 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, khususnya pada Pasal 12, 17, 19, Pasal 20-23, dan pasal-pasal lainnya di dalam Undang-Undang tersebut serta Pasal tentang Ketentuan Pidana dari Pasal 82 sampai dengan Pasal 109 UU.No.18 Tahun 2013 sangat jelas dan tegas ancaman hukumannya sangat berat yaitu 5-15 tahun penjara dan denda Rp.500 juta – Rp. 15 Miliar, namun didalam praktek penegakan hukumnya tidak ancaman hukuman dan tuntutan hukuman serta vonis hukuman tidak sesuai ketentuan Undang-Undang No.18 Tahun 2013, bahkan terkesan “untuk memenuhi formalitas penegakan hukum” tidak lebih dari 1 tahun dan denda seminim mungkin bahkan tidak disertai denda sesyai ketentuan UU No.18 Tahun 2013.
Hal demikian menyebabkan “efek jera” dari perbuatan pidana perusakan hutan dan pembalakan liar tidak maksimal dalam upaya Pemerintah dan Negara melakukan Penegakan Hukum Pencegahan Perusakan Hutan dan Pembalakan liar serta Penambangan liar didalam kawasan hutan yang menyebabkan upaya penanggulangan kerusakan hutan yang menimbulkan kerugian Negara, kerusakan hutan dan lingkungan hidup tidak berjalan secara optimal.
Dari beberapa hal tersebut diatas, maka diperlukan komitmen bersama dalam rangka menyelamatkan hutan dan lingkungan hidup oleh semua elemen Negara dan masyarakat, apalagi peran serta masyarakat juga diatur dalam Pasal 61 UU No.18 Tahun 2013, serta Penjelasan Pasal 61 huruf f, yaitu :
“membantu menangkap pelaku perusakan hutan”, namun akan mubazir bila peran masyarakat sudah dilakukan akan tetapi penegakan hukum oleh pihak yang berwajib hanya terkesan “formalitas”.
Penulis adalah Akademisi dan Praktisi Politik hukum dan keamanan / Alumnus PPSA XVII-2011 LEMHANNAS RI.