“Saya Lillahi Taala untuk Indonesia…”
Jpnindonesia.com Jakarta – Ucapan Lafran Pane yang punya daya magis kuat ini menjadi perekat organisasi yang didirikannya, Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI). Selama 76 tahun HMI telah menjadi organisasi mahasiswa Islam yang mampu memberikan sumbangsih besar dalam menegakkan Indonesia, seperti cita-cita Lafran Pane saat memprakarsai berdirinya HMI di 5 Februari 1947 (15 Rabiul Awal 1366 Hijriah).
Dua nilai agung yang tertanam dalam ruh HMI, yakni nilai kebangsaan dan keislaman, membuka jalan bagi terwujudnya Islam yang rahmatan lil “alamiin, yang ramah, toleran, serta menjunjung tinggi persatuan dan perdamaian. Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI, kini berubah menjadi organisasi kemahasiswaan Islam yang besar dan melahirkan banyak pemimpin nasional, layak dikenang visi perjuangannya.
Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) bersama rumah produksi Reborn Intiatives mengangkat kisah perjuangan Lafran Pane dalam memprakarsai pendirian organisasi mahasiswa yang berazaskan ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dalam menghadapi dinamika sosial politik di masa awal kemerdekaan.
Film berjudul Lafran ini diproduksi sebelum masa pandemi tahun 2020. Setelah pandemi berakhir, KAHMI dan Reborn Initiatives menuntaskan pasca-produksi biography pictures (bio-pict) LAFRAN. KAHMI dan Reborn melihat bahwa tahun 2024 menjadi momentum yang tepat untuk merilis film LAFRAN. Film Lafran bisa menjadi inspirasi dalam upaya terus menerus menyatukan seluruh komponen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di November 2023 ini, di bulan Pahlawan, KAHMI merilis trailer dan poster resmi film Lafran. Sekaligus menandai enam tahun, sejak 2017, penetapan Lafran Pane sebagai Pahlawan Nasional. KAHMI berharap semangat perjuangan Lafran Pane bisa menjadi pesan di peringatan Hari Pahlawan tahun ini.
Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadi arus utama keIslaman yang terbuka, toleran, modern, dan menghargai perbedaan yang saat ini secara kontekstual menjadi perhatian bersama dalam berdemokrasi, berbangsa dan bernegara. Film ini menghadirkan semangat perjuangan itu
“Ide pembuatan film Lafran ini berawal dari Bang Akbar Tandjung, tentang pentingnya peran HMI dan organ-organ pendukungnya kembali memperjuangkan cita-cita dan gagasan Lafran Pane tentang keindonesiaan yang menyatukan. Dan siapapun itu mereka yang pernah merasa sebagai kader HMI mesti menyaksikan film Lafran ini ,” ungkap Dr. Arif Rosyid Hasan, Produser Eksekutif film Lafran. Oleh karenanya keluarga besar KAHMI, akan melakukan nonton bareng film LAFRAN di berbagai bioskop Indonesia.
So, nikmati dulu poster dan teaser filmnya, dan nantikan tanggal rilis film LAFRAN!
(KAHMI/ Reborn)
Sinopsis film LAFRAN
Lafran, telah ditinggal dua perempuan tercinta. Ibunya meninggal saat Lafran berusia 2 tahun, selang beberapa tahun kemudian neneknya, meninggal. Kehilangan ‘dua’ ibu baginya, adalah seperti kehilangan kemudi. Ayahnya, Sutan Pangurabaan — tokoh pergerakan di Sumatera Utara -terlalu sering berpergian hingga Lafran harus tinggal Bersama kakaknya.
Di usia muda itulah, Lafran jadi pemberontak terhadap kondisi ketidakadian yang menuntut ia harus pindah ke berbagai sekolah. Lafran bahkan sempat jadi petinju jalanan. Kakaknya-lah, Sanusi dan Armijn Pane, yang mendorong Lafran agar energi pemberontakkannya diubah dalam bentuk karya. Perjalanan Lafran dari Tapanuli Selatan ke Jakarta hingga Yogyakarta mewarnai perubahan cara pandang Lafran dalam berjuang. Idealismenya menguat, prinsip hidup harus ditegakkan menjadikan Lafran Pane punya visi besar dalam memperjuangkan keindonesiaan.
Saat pendudukan Jepang, Lafran sempat ditahan karena membela para peternak sapi. Dia dibebaskan, setelah ayahnya menebus dengan menyerahkan bus Sibual-buali kepada tentara Jepang. Sejak itu, Lafran begitu antusias terlibat dalam berbagai arus gerakan kemerdekaan termasuk para pemuda yang mendorong Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI.
Semasa kuliah di Yogyakarta, Lafran gundah oleh keberadaan kaum muslim terpelajar yang terlalu larut dalam pemikiran sekular. Mereka sering melupakan ibadah utama. Maka, muncullah gagasan mendirikan HMI, yang berjuang dalam bingkai keislaman, keindonesiaan.
Awalnya tidak ada yang mudah, dalam arus politik aliran yang sangat kencang saat itu, keberadaan HMI justru ditentang oleh organisasi massa Islam yang sudah ada. Apalagi resistensi yang diakukan gerakan kelompok sosialis.
Dari semua pertentangan dan gesekan yang dihadapi, Lafran berketepatan hati menegakkan HMI.
PEMAIN:
Dimas Anggara
Mathias Muchus
Ariyo Wahab
Lala Karmaela
Aifie Alfandi
Ratna Riantiarno
Farandika
Nabil Lunggana
SUTRADARA:
Faozan Rizal