Jpnindonesia.com Jakarta- Banyak kasus KDRT dan pengambilan paksa anak hasil perkawinan dengan WNA (Warga Negara Asing) hingga kini belum ada solusi. Sang isteri merasa bingung karena sang suami dengan sepihak mengambil anak dari pangkuan sang isteri dan dibawa ke luar negeri yang hingga saat ini ingin bertemu namun tidak bisa. Padahal seorang ibu ingin sekali berada disamping buah hatinya, ingin memeluk dan bercengkrama bersamanya.
Kasus ini dialami ibu Angel Susanto, yang dituturkan saat jumpa pers bersama Perkumpulan Pejuang Anak, Minggu (10/3/2024) di Cafe Chill Hil, STC Senayan siang.
Erwinda Deputi 2 Kantor Staff Presiden hadir menyampaikan sambutan. Yang paling bisa dilakukan itu melakukan koordinasi, konsolidasi dengan Embassy melalui Duta Besar Indonesia yang ada di luar negeri baru bisa sebatas itu, dan melakukan pendekatan-pendekatan humanis dan mediasi-mediasi yang memang harapannya menjadi kesepakatan baru bisa itu,” ujarnya.
“Untuk hukum yang tadi adanya kekosongan hukum sehingga memang sangat sulit untuk bisa melakukan seperti negara-negara minimal tetangga sebelah saja. Karena adanya perlindungan WNI di Kemenlu itu sangat jelas ada direktoratnya. Tapi sekali lagi mereka juga sesuai dengan UU dan Peraturan yang berlaku, tidak bisa lebih dari itu. Kalaupun mereka mau memberlakukan minimal dengan yang agak sedikit dengan UU tersebut,” tuturnya.
Yang bisa menjadi penjembatan untuk hal tersebut adalah UU Perlindungan anak kita, namun sekali lagi karena kita sendiri juga masih belum melakukan satu ratifikasi konvensi hak anak khususnya klausul pada pengasuhan bersama termasuk juga pada UU pemegang hak kuasa asuhnya kita belum ada itu, jadi memang akhirnya sangat sulit seperti itu, jadi pendekatannya paling tadi melalui perlindungan anak, perkuat dengan hak warga indonesia yang ada dinegara orang,” pungkasnya.