Jpnindonesia.com Jakarta – Dewan Komisaris Dan Direksi PT Andira Agro Tbk Menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan, Tahun Buku 2022 Dan Paparan Publik, bertempat di
Meta Epsi Building Jl. Mayjen D.I. Panjaitan Kav. 2, Jakarta Timur, Senin, 26 Juni 2023.
Hadir pada Paparan Publik ini, Direktur Utama, Francis Indarto, Komisaris Independen Andre Handika Tessaputra The, serta Kahar Anwar selaku Direktur.
Direktur Utama, Francis Indarto dalam paparannya menjelaskan bahwa Perekonomian global mengalami perlambatan selama tahun 2022. Perlambatan ditandai dengan adanya disrupsi rantai pasok barang global, ancaman inflasi tinggi, dan resesi dunia. International Monetary Fund (IMF) bahkan perlu mengoreksi angka proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2022 menjadi 3,6%, atau lebih rendah dari proyeksi tahun 2021 sebesar 6,1%, “terangnya.
Lebih lanjut, Francis mengatakan bahwa menurut paparan IMF dalam World Economic Outlook: War Sets Back the Global Recovery, April 2022, ada empat masalah yang menjadi penyebab menurunnya ekonomi dunia pada 2022, dengan potensi dampak yang berlanjut hingga tahun 2023. Empat variabel tersebut adalah Perang Rusia-Ukraina sejak Februari 2022, gangguan rantai pasok global akibat pandemic COVID-19, lockdown China sebagai bagian dari kebijakan Zero Covid Policy, dan anomali iklim yang menimbulkan bencana alam di seluruh dunia.
Volatilitas perekonomian global dan nasional berdampak signifikan terhadap industri kelapa sawit. Hasil produksi sawit yang sebagian besar ditujukan untuk pasar dunia (ekspor) menghadapi penurunan daya beli, baik karena resesi ekonomi maupun kenaikan harga minyak sawit. Pelemahan daya beli terjadi di kawasan Eropa, India, dan China yang merupakan pasar utama minyak sawit dunia. Hal ini tak luput dari kebijakan Uni Eropa yang telah mengkampanyekan larangan impor Crude Palm Oil (CPO) sejak 2019 yang telah mengklasifikasikan minyak sawit sebagai penyebab deforestasi yang berlebihan. Selain itu, sejumlah Bank Sentral seperti The Fed (Amerika Serikat) dan ECB (Uni Eropa) berusaha meredam gejolak perekonomian dan laju inflasi dengan cara menaikkan suku bunga.
Kebijakan ini tentunya mendorong kenaikan suku bunga kredit dari perbankan sehingga cost of money dan biaya investasi pada industri sawit juga semakin mahal. Akibatnya, biaya produksi industri minyak sawit pun meningkat.
Di dalam negeri, industri kelapa sawit turut terdampak oleh karena disrupsi rantai pasok barang pada tahun 2022. Pemerintah Indonesia bahkan melarang sementara ekspor minyak sawit dan produk turunannya, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 tahun 2022, karena terjadi kelangkaan pasokan domestic untuk minyak nabati. Kebijakan larangan ekspor CPO tersebut banyak membawa dampak negatif bagi petani dan pelaku usaha sawit. Kenyataan di lapangan, terjadi penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) secara sepihak, berkurangnya penyerapan tenaga kerja di industri sawit, dan beralihnya permintaan CPO dari konsumen kepada negara atau kompetitor lain.
Meskipun larangan ekspor tersebut telah dicabut pada Mei 2022, dampak terjadinya larangan sudah terlanjur dirasakan oleh sejumlah pelaku usaha, termasuk Andira Agro.
Perseroan menyikapi terjadinya fluktuasi harga komoditas global terutama kelapa sawit secara hati-hati dan berkomitmen mengikuti seluruh kebijakan dan peraturan pemerintah Indonesia. Dengan menerapkan sejumlah kebijakan untuk menjaga kinerja keuangan, mengoptimalkan rantai logistik dan distribusi secara efektif untuk memaksimalkan penjualan produk output, serta sourcing TBS kepada petani plasma dan petani mandiri di sekitar lokasi Pabrik Kelapa Sawit Perseroan sebagai wujud pelaksanaan komitmen keberlanjutan dari Perseroan.
Tahun 2022 masih menjadi tahun yang penuh tantangan bagi Perseroan. PT Andira Agro Tbk (Perseroan) pada tahun 2022 mencatat penjualan bersih sebesar Rp317,85 miliar, mengalami penurunan 8,23% atau sebesar 28,51 miliar dibandingkan tahun 2021 sebesar Rp346,36 miliar. Hal ini berdampak terjadinya kenaikan rugi usaha sebesar 207,16% atau sebesar Rp20,38 miliar ditahun 2022 apabila dibandingkan dengan tahun 2021 sebesar Rp9,83 miliar.
Perseroan tetap optimis penjualan di tahun 2023 akan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, seiring dengan mulai stabilnya harga komoditas global dan perencanaan implementasi B35 atau biodiesel 35% oleh pemerintah di tahun 2023.