JPNINDONESIA.COM JAKARTA – Dampak kerusakan lingkungan membuat bencana alam semakin sering terjadi di berbagai belahan dunia. Cuaca ekstrim, banjir bandang, kebakaran hutan, hingga polusi udara menjadi fenomena sehari-hari. Anomali akibat kerusakan lingkungan dan perubahan iklim ini menjadi perhatian serius Persyarikatan Muhammadiyah.

Sebagai tindak lanjut untuk merumuskan strategi gerakan, Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyelenggarakan Konferensi dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) selama tiga hari di Grand Sahid Hotel Jakarta, Jumat-Ahad, 18-20 Agustus 2023. Rakernas membawa tema “Akselerasi Gerakan MLH dalam Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim”.

Membuka Rakernas pada Jumat siang (18/8), Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut pentingnya pendekatan teologis untuk mencegah dan meminimalisir kerusakan lingkungan. Sebab, kerusakan yang terjadi akibat dari ketamakan manusia dalam mengeksploitasi alam.

“Problem-problem ini bermula dari relasi yang buruk antara manusia dengan lingkungan. Kita sekarang hidup di era antroposen di mana perilaku dan cara berpikir manusia mempengaruhi lingkungan hidup kita sehingga ketika ada banyak kerusakan, kembali pada seberapa jauh kita berkontribusi pada hancurnya ekosistem dan perubahan iklim yang nanti justru akan berbalik pada manusia sendiri baik lahir maupun fisik,” jelasnya.

MateriTerkait
Hilman Ingatkan Kader untuk Merujuk Produk Pemikiran Muhammadiyah sebagai Landasan Gerakan Rakernas MPK PP ‘Aisyiyah Menyiapkan Kader, Menghidupkan Islam, dan Rancang Agen Internasional Ribuan Pelajar Muhammadiyah Long March untuk Iklim yang lebih Sehat

Meluasnya penemuan ilmu pengetahuan, teknologi dan modernisasi kata Haedar ikut bertanggung jawab pada kerusakan lingkungan. Kemampuan manusia menemukan seluk beluk alam semesta menjadikan dominasi terhadap bumi, bahkan melakukan eksploitasi besar-besaran. Relasi manusia yang dulu saling terkait dengan alam juga semakin berjarak.

Secara kosmologis, modernisasi bahkan merusak kearifan lokal dari kelompok tradisional yang selama ini merawat alam dan lingkungan hidup. Hasrat manusia yang tak terpuaskan kata dia juga ikut dieksploitasi oleh kapitalisme yang digerakkan oleh segelintir manusia yang secara terbatas memiliki perangkat ilmu dan alat.

“Nah kapitalisme itu kemudian bertumbuh kembang dalam kosmologi yang lebih fungsional, maka lahirlah pragmatisme, dan lain-lain yang menjadikan sumber daya alam bisa kita eksploitasi sebanyak-banyaknya. Itulah era fungsional, hanya berpikir kegunaan dan keuntungan. Di situlah kita tahu watak manusia tidak pernah puas, bahkan sampai dia mati. Al-haakumut-takatsur, hatta zurtumul-maqaabir,” terang Haedar mengutip ayat 1-2 Surat At-Takatsur.

Fenomena ini juga telah menjadi perhatian dunia global. David Wallace Wells dalam bukunya The Unhabitable Earth kata Haedar menyebut kerusakan lingkungan sebagai bom waktu yang lebih berbahaya dari efek Perang Dunia II.

Sebagai gerakan Islam, Haedar Nashir mendorong MLH untuk memiliki gerakan yang lebih tersistem. Penekanan pada kesadaran aspek teologis, kata dia potensial untuk menjadi solusi dari antroposen dan kapitalisme yang menjadi sebab kerusakan lingkungan di atas.

“Islam berada di jalur tengahan dalam memandang kehidupan termasuk lingkungan, alam tempat kita hidup. Di satu pihak Allah menciptakan bumi dan segala isinya untuk manusia, bukan untuk dikeramatkan atau dibiarkan, tapi harus diolah. Maka manusia diberi fungsi sebagai Khalifah dengan perangkat akal pikiran, ilmu teknologi. Manusia diciptakan sebagai hamba Allah dengan iman yaitu tanggung jawab moral dan etik bahwa alam menciptakan begitu banyak kekayaan, tapi semua itu tidak boleh diambil seluruhnya. Sebaliknya jika diambil semua, akan berbalik menyerangmu,” jelasnya.

Di samping gerakan terstruktur MLH, Haedar juga berharap ada konsistensi dari pemerintah untuk membuat regulasi yang tegas agar Indonesia mampu melakukan langkah-langkah progresif bagi kelestarian lingkungan.

“Saya yakin epistemologi yang seperti itulah yang diajarkan Islam dan Muhammadiyah mencoba menyebarluaskan pandangan seperti itu. Di satu pihak kita harus maju, lingkungan yang diberi Tuhan kita manfaatkan tapi secukupnya, jangan melampaui batas. Cuma kita juga tidak bisa sendiri, harus bersama. Maka Muhammadiyah dengan seluruh kekuatan termasuk pemerintah mari mengolah lingkungan, sumber daya alam kita dengan baik, tapi jangan melampaui batas. Agar tidak melampaui batas harus bikin sistem dan regulasi yang tidak untuk dilanggar. Kuncinya, iman, moral dan etik,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua MLH PP Muhammadiyah, Azrul Tanjung menyebut bahwa Rakernas dilaksanakan karena keprihatinan Muhammadiyah. Langkah-langkah afirmatif juga akan dilaksanakan pasca Rakernas. Misalnya pemasangan panel surya di 1.000 Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) seperti sekolah, universitas maupun rumah sakit. Aksi ini kata dia efektif menghemat energi sampai 30 persen.

Bahasan lain yang dibawa dalam Rakernas adalah soal energi terbarukan, kendaraan listrik, hingga pengelolaan sampah berbasis rumah tangga yang harus dilaksanakan oleh seluruh cabang ranting Muhammadiyah.

Mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Bambang Supriyanto menyampaikan apresiasi dan dukungan pemerintah terhadap Rakernas MLH.

Menteri LHK, Siti Nurbaya, bahkan menyatakan komitmennya untuk menggagas gerakan lingkungan yang spesifik dengan Persyarikatan Muhammadiyah, terutama pada konteks rehabilitasi mangrove dan kampung iklim di seluruh Indonesia.

By MayaJPN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *