Jpnindonesia.com Jakarta – Aktivis Pemerhati Hukum Menanggapin Dugaan Kasus Vina Cirebon yang dimana KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA (POLRI) Baru baru ini menghadapi tudingan dari masyarakat terkait kasus vina cirebon.
Menurut masyarakat kasus Vina dan Eky ini masih janggal setelah viralnya pemutaran Film di Bioskop Vina Cirebon dan adanya dugaan intervensi penayangan film vina cirebon.
Apalagi setelah Kepolisian Jawa barat menghapus dua nama dari Daftar Pencarian Orang (DPO) usai penangkapan Pegi Setiawan, salah satu terduga pelaku pembunuhan Vina dan Eky delapan tahun lalu. Sedangkan perkembangan terbaru terhadap kasus pembunuhan ini menambah daftar panjang kejanggalan di balik penyelidikan kepolisian.
Pegi Setiawan bersama dengan dua nama lain, Andi dan Dani, masuk dalam daftar DPO dalam kasus pembunuhan yang viral tersebut. Namun, dalam konferensi pers pada Minggu (26/05), Polda Jawa Barat mengumumkan dua nama tersebut dihapus dari daftar DPO.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan, beralasan dua nama tersebut dihapus karena delapan pelaku yang sudah diamankan sebelumnya hanya “asal sebut” dan identitas keduanya belum dapat dibuktikan.
“Ada yang [menyebut] tersangka [DPO] tiga nama berbeda, ada yang menerangkan lima, ada satu. Setelah dilakukan pendalaman, dua nama yang disebutkan selama ini, itu hanya asal sebut.
Menurut Pengamat Hukum Laode Reyhan Muhammad Fitra Rere S.H” Di dalam amar putusan ini sudah jelas sebagai DPO yang harus dicari. Jadi pertanyaannya siapa yang paling bertanggung jawab atas kematian Vina dan Eky kalau dua DPO itu dihilangkan.
Lebih lanjut Laode juga menjelaskan penetapan Pegi sebagai tersangka tidak sesuai prosedur dan merupakan “salah tangkap”. Karena penyelidikan seharusnya dimulai dari awal, bukan mengikuti alur delapan tahun lalu, Dan juga polisi harus membuktikan akuntabilitas penyelidikannya dalam kasus ini untuk menjawab berbagai klaim dan kejanggalan yang mengemuka.
Sebab klaim-klaim yang mengemuka itu, menurut Laode mengindikasikan pembuktian yang tidak cukup kuat terkait keterlibatan para terdakwa.
Dia mendesak Divisi Profesi dan Pengamanan serta Direktorat Kriminal Umum Polri menelusuri dan memeriksa kembali apakah penyidikan kasus ini pada 2016 lalu sudah berjalan sesuai prosedur.
Dua hal yang menurut Laode Reyhan Muhammad Fitra Rere S.H penting untuk dibuka secara transparan.
Pertama, mengapa polisi sampai saat ini belum juga menangkap tiga orang pelaku yang menjadi buronan selama delapan tahun terakhir. Padahal menurut Laode Reyhan Muhammad Fitra Rere S.H, “itu semestinya bukan hal yang sulit dilakukan oleh polisi”.
Kegagalan polisi menangkap tiga buronan dalam waktu delapan tahun membuat muncul spekulasi di media sosial yang menuding bahwa satu buron adalah anak dari perwira polisi. Namun, tuduhan itu dibantah oleh Polda Jawa Barat.
Kedua, polisi harus mempertanggungjawabkan proses penyelidikan kasus ini untuk menanggapi dugaan “salah tangkap” yang diungkap oleh salah satu terdakwa baru-baru ini.
Hanya saja menurut Laode pembuktian polisi saat menangani kasus ini terlalu bertumpu pada pengakuan dan kesaksian para terdakwa, yang disebut bisa saja muncul akibat intimidasi . ujar Laode Reyhan Muhammad Fitra Rere S.H saat ditemui awak media di UNIVERSITAS MPU TANTULAR JAKARTA, Jumat (14/06/2024)