JPNINDONESIA.COM JAKARTA – Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Raja Ampat Nomor Urut 3 Charles Adrian Michael Imbir dan Reinold M. Bula (Paslon 3) mempertanyakan profesionalitas Aparat Pemerintahan dan Penyelenggara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Raja Ampat (Pilbup Raja Ampat), pada sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 190/PHPU.BUP-XXIII/2025 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati (PHPU Bup) Kabupaten Raja Ampat. Sidang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (13/01/2025), dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra dan didampingi dua anggota yaitu Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Pemohon melalui kuasa hukumnya, Lutfi Sofyan Solissa dan Yance Paulus Dasnarebo dalam persidangan mendalilkan Sekertaris Daerah (Sekda) Kabupaten Raja Ampat terlibat politik praktis dalam Pilbup Raja Ampat 2024 berupa keterlibatan langsung untuk mendukung Paslon Nomor Urut 1 Orideko Iriao Burdam-Mansyur Syahdan (Paslon 1). Hal ini dibuktikan oleh Pemohon dengan ketergabungan Sekda Raja Ampat tersebut ke dalam Whatsapp Group (WAG) Paslon 1 yang dinamakan Barisan Oridek Mansyur (BOM 27). Bahkan, menurut Pemohon Sekda Raja Ampat dalam WAG tersebut aktif dalam upaya pemenangan Paslon 1.

“Peranan Terlapor adalah memberikan arahan atau perintah kepada Relawan, Saksi, Aparat Negeri Sipil di dalam grup wa yang nama Paslon nomor urut 1 (ORMAS) untuk memilih Paslon Nomor Urut 1 (ORMAS) dengan memberikan Perintah melalui Rekam Suara atau Voice Not ada juga pesan grup via Whatsapp maupun secara tertulis,” ungkap Lutfi Sofyan Solissa.

Selain itu, Pemohon juga mendalilkan bahwa penyelenggara Pilbup Raja Ampat 2024, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS) Raja Ampat berperilaku tidak profesional dalam kontestasi Pilbup raja Ampat 2024. Dalam konteks KPU, Pemohon membuktikan dengan keterlibatan KPU yang menggunakan kewenangannya untuk menyuruh dan memaksa warga yang ber-KTP (Kartu Tanda Penduduk) Kelurahan Warmasen untuk memilih tanpa ada persetujuan Petugas KPPS dan para saksi dari setiap Paslon. Hal itu terjadi pada Pukul 15.30 WIT hari pencoblosan.

Sementara dalam konteks PTPS, Pemohon membuktikan dengan adanya dugaan pelanggaran kode etik, perilaku sumpah dan/atau janji dan atau fakta Integritas PTPS. Hal ini terpotret oleh 5 Ketua KPPS yang secara serentak menyelenggarakan pemungutan suara tidak sesuai dengan estimasi waktu yang telah ditetapkan oleh KPU.

Berdasarkan dalil tersebut, Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk memerintahkan kepada KPU Kabupaten Raja Ampat agar melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh TPS Kabupaten Raja Ampat. Hal ini disampaikan oleh Yance Paulus Dasnarebo yang juga merupakan kuasa hukum Pemohon saat membacakan petitum,” pungkasnya.

By MayaJPN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *